Langsung ke konten utama

ANALISA SENGKETA HASIL PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN 2019 DI MAHKAMAH KONSTITUSI

Fachri Arfian Dicka
NIM 11160480000067



1.       SENGKETA HASIL PEMILIHAN UMUM 2019 DI MAHKAMAH KONSTITUSI
A.      DASAR-DASAR BPN MENGAJUKAN GUGATAN KE MAHKAMAH KONSTITUSI
ARGUMENTASI BPN
ARGUMENTASI KUALITATIF
1.       Bahwa penetapan rekapitulasi hasil perhitungan perolehan suara tersebut tidak sah menurut hukum karena perolehan suara Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Nomor Urut 1 di atas, atas nama Ir. H. Joko Widodo-Prof. Dr. (H.C.) K.H. Ma’ruf Amin sebanyak 85.607.362 suara, dibandingkan dengan Pemohon yang memperoleh sebanyak 68.650.239 suara, yang sebenarnya ditetapkan melalui cara-cara yang tidak benar, melawan hukum, atau setidak-tidaknya dengan disertai dengan penyalahgunaan kekuasaan presiden, Petahana yang juga adalah Pasangan Capres Paslon Nomor 1.
Pelanggaran hukum sedemikian merupakan kecurangan pemilu atau electoral threshold … vote electoral, yang sifatnya terstruktur, sistematif, dan masif karena merupakan pelanggaran konstitusional atas asas-asas pemilu yang luber, jujur, dan adil sebagaimana disebutkan secara tegas di dalam Pasal 22E ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945.
2.       bahwa Calon Wakil Presiden Nomor Urut 1 … 01, Calon Wakil Presidennya, ternyata tidak mengundurkan diri dari jabatan sebagai pejabat BUMN. Pasal 227 huruf p, Undang-Undang Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 yang mengatur tentang Syarat Calon Wakil Presiden menyatakan dengan tegas bahwa seorang calon harus ada surat keterangan mengundurkan diri atau pengunduran diri dari karyawan atau pejabat BUMN ketika ditetapkan sebagai calon. Profil calon wakil presiden seperti dikemukakan di atas, ternyata masih tercantum dalam website resmi bank BUMN, yakni Bank Syariah Mandiri, BNI Syariah sebagai Ketua Dewan Pengawas Syariah.
3.       Ada juga informasi mengenai terkait sumbangan dana kampanye. Kami memeriksa Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN) dari Presiden Ir. H. Joko Widodo atau Calon Presiden Ir. H. Joko Widodo yang diumumkan KPU pada tanggal 12 April 2019. Ada buktinya. Salah satu yang menarik, jumlah kekayaan beliau adalah Rp50 miliar, tapi kas dari setara kasnya hanya Rp6.109.234.704,00. Tetapi kemudian, sumbangan pribadi beliau, Calon Wakil Presiden Joko Widodo di dalam Laporan Penerimaan Sumbangan Dana Kampanye, tanggal 25 April 2019 sejumlah Rp19.000.000,00 … Rp19.508.272.030,00 dalam bentuk uang dan selain dalam bentuk barang, yaitu sebesar Rp25.000.000,00. Ada yang menarik di situ. Dalam waktu 13 hari ketika diumumkan jumlah kas … setara kas yang di dalam harta kekayaan pribadi Calon Presiden Joko Widodo berdasarkan LHKPN yang dilaporkan tanggal 12 April 2019, ternyata tanggal 25 April, beliau sudah mengeluarkan uang sebanyak Rp19 miliar.
4.       Bahwa demikian sudah sangat jelas ada indikasi dugaan menyamarkan sumber asli dana kampanye yang bertujuan memecah sumbangan agar tidak melebihi batas dana kampanye dari kelompok, yaitu sebesar Rp25 miliar. Pada fakta sumbangan dari kelompok dengan pimpinan yang sama, bukti NPWP dan alamat sama sebesar Rp33 miliar lebih. Dan juga ada NIK yang berbeda pada nomor NPWP yang sama patut diduga ada ketidakjelasan dari penyumbang dana kampanye dari sumbangan Rp33 miliar tersebut.
5.       Pelanggaran Pilpres 2019 yang sistematis, terstuktur, dan massif
a.       Ketidaknetralan Aparatur Negara : Polisi dan Intelijen
b.      Diskriminasi perlakuan dan penyalahgunaan penegakan hukum
c.       Penyalahgunaan Birokrasi dan Bumn
d.      Penyalahgunaananggaran belanja Negara dan program pemerintah
e.      Penyalahgunaan anggaran bumn
f.        Pembatasan kebebasan media dan pers
ARGUMENTASI KUANTITATIF
1.       Daftar pemilih tetap tidak masuk akal
2.       Kekacauan situng KPU dalam kaitannya dengan DPT
3.       Dokumen C7 secara sengaja dihilangkan di berbagai Daerah
PETITUM
1.       Mengabulkan Permohonan Pemohon Seluruhnya;
2.       Menyatakan batal dan tidak sah Keputusan Komisi Pemilihan Umum Nomor 987/PL.01.08-KPT/06/KPU/V/2019 tentang Penetapan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, Anggota DPRD, DPD, DPRD Provinsi, Kabupaten/Kota Secara Nasional Dalam Pemilihan Umum Tahun 2019 dan Berita Acara KPU RI Nomor 135/PL.01.8-BA/06/KPU/V/2019 tentang Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara di Tingkat Nasional dan Penetapan Hasil Pemilihan Umum Tahun 2019, sepanjang terkait dengan hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden 2019.
3.       Menyatakan perolehan suara yang benar adalah sebagai berikut: Jokowi – Maruf Amin, 63.573.169 (48%); Prabowo Subianto –Sandiaga Salahuddin Uno 68.650.239 (52%). Jumlah 132.223.408.
4.       Menyatakan Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Nomor Urut 01 Jokowi – Maruf Amin terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan pelanggaran dan kecurangan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden tahun 2019 secara Terstruktur, Sistematis dan Masif;
5.       Membatalkan (mendiskualifikasi) Pasangan Calon Presiden dan Wakil Nomor Urut 01 Jokowi – Maruf Amin sebagai Peserta Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden tahun 2019;
6.       Menetapkan Pasangan Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden Nomor Urut 2 Prabowo Subianto – Sandiaga Salahuddin Uno sebagai Presiden dan Wakil Presiden terpilih periode tahun 2019 – 2024;
7.       Memerintahkan kepada Termohon untuk seketika mengeluarkan surat keputusan tentang penetapan Prabowo Subianto dan Sandiaga Salahuddin Uno sebagai Presiden dan Wakil Presiden Terpilih periode tahun 2019 – 2024;
Atau,
1.       Menyatakan Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Nomor Urut 01 Jokowi – Maruf Amin terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pelanggaran dan kecurangan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden tahun 2019 melalui penggelembungan dan pencurian suara secara Terstruktur, Sistematis dan Masif;
2.       Menetapkan Pasangan Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden Nomor Urut 02 Prabowo Subianto dan Sandiaga Salahuddin Uno sebagai Presiden dan Wakil Presiden terpilih periode tahun 2019-2024;
3.       Memerintahkan kepada Termohon untuk seketika untuk mengeluarkan surat keputusan tentang penetapan Prabowo Subianto dan Sandiaga Salahuddin Uno sebagai Presiden dan Wakil Presiden terpilih periode tahun 2019-2024;
4.       Memerintahkan Termohon untuk melaksanakan Pemungutan Suara Ulang secara jujur dan adil di seluruh wilayah Indonesia, sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 22E ayat (1) UUD Negara RI Tahun 1945.
Atau,
1.       Memerintahkan Termohon untuk melaksanakan Pemungutan Suara Ulang secara jujur dan adil di sebagian provinsi di Indonesia, yaitu setidaknya di provinsi: Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Banten, DKI Jakarta, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Lampung, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Papua, dan Kalimantan Tengah, agar dilaksanakan sesuai amanat yang tersebut di dalam Pasal 22E ayat (1) UUD Negara RI Tahun 1945.
2.       Memerintahkan kepada lembaga negara yang berwenang untuk melakukan pemberhentian seluruh komisioner dan melakukan rekruitmen baru untuk mengisi jabatan komisioner KPU;
3.       Memerintahkan KPU untuk melakukan penetapan pemilih berdasarkan Daftar Pemilih Tetap yang dapat dipertanggungjawabkan dengan melibatkan pihak yang berkepentingan dan berwenang;
4.       Memerintahkan KPU untuk melakukan Audit terhadap Sistem Informasi Penghitungan Suara, khususnya namun tidak terbatas pada Situng.
5.       Apabila Mahkamah berpendapat lain mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono).
B.      Argumentasi KPU terkait Sengketa Pilpres
1.       menolak Perbaikan Permohonan Pemohon.
Penolakan terhadap Perbaikan Permohonan Pemohon adalah merupakan sikap tegas Termohon terhadap ketaatan hukum acara yang sudah ditetapkan oleh Mahkamah Konstitusi dalam Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 5 Tahun 2019 tentang Tahapan Kegiatan dan Jadwal Penanganan Perkara Hasil Pemilihan Umum sebagaimana diubah terakhir dengan Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 2 Tahun 2019 dalam rangka menjaga ketertiban umum, kepastian hukum, dan rasa keadilan bagi semua pihak. Bahwa Perbaikan Permohonan Pemohon yang dibacakan dalam Sidang pada tanggal 14 Juni 2019 memiliki perbedaan yang sangat mendasar, baik dalam Posita maupun Petitumnya, sehingga dapat dikualifikasikan sebagai permohonan yang baru.
2.       tidak adanya dalil Pemohon mengenai kesalahan penghitungan perolehan suara yang dilakukan oleh Termohon, menunjukkan bahwa Pemohon telah mengakui hasil perolehan suara yang ditetapkan oleh Termohon, sehingga Permohonan Pemohon tersebut menjadi bukti bahwa Termohon tidak pernah melakukan kecurangan manipulasi perolehan suara yang merugikan Pemohon ataupun menguntungkan Pihak Terkait, sekaligus membantah isu yang berkembang pada sebagian kelompok masyarakat bahwa KPU curang. Karena apabila Pemohon memilki bukti bahwa KPU curang melakukan manipulasi perolehan suara yang telah ditetapkan sebagaimana terdapat dalam objek sengketa, tentunya sejak awal Pemohon akan mengajukan permohonan yang menguraikan kesalahan hasil penghitungan suara, baik pada tingkat TPS, desa, kelurahan, kecamatan, kabupaten, provinsi sampai tingkat nasional.
3.       Termohon tidak berpihak. Termohon telah melaksanakan kewajibannya untuk memperlakukan peserta pemilu secara adil dan setara, sebagaimana diatur dalam Pasal 14 huruf b Undang-Undang Pemilu. Sehingga tidak benar jika ada tuduhan bahwa Termohon telah berpihak atau tidak berlaku adil dengan merugikan atau menguntungkan salah satu pasangan calon dalam Pilpres 2019. Misalnya dengan cara mengubah perolehan suara pasangan calon hasil pilihan rakyat atau bentuk-bentuk kecurangan lainnya.
4.       Termohon melihat seakan-akan terdapat upaya pengalihan isu dari ketidakmampuan Pemohon dalam merumuskan berbagai fakta hukum yang menjadi dasar pemeriksanaan perkara dalam persidangan menjadi semata-mata karena kesalahan Mahkamah Konstitusi dalam memeriksa, mengadili, dan memutus perkara ini yang tidak sesuai dengan keinginan Pemohon.
Dalil Pemohon tersebut terkesan mengada-ada dan cenderung menggiring opini publik bahwa seakan-akan Mahkamah Konstitusi akan bertindak tidak adil. Atau seperti menyimpan bom waktu, seakan-akan apabila nantinya Permohonan Pemohon ditolak oleh Mahkamah Konstitusi, maka Mahkamah Konstitusi telah bersikap tidak adil.
5.       Bahwa dalil Pemohon yang menyatakan, “Beban pembuktian, tidak hanya dibebankan kepada Pemohon, akan juga ... akan tetapi, juga dibebankan kepada Mahkamah,” adalah dalil yang tidak berdasar karena merupakan prinsip yang bersifat universal, siapa yang mendalilkan, maka dialah yang harus membuktikan.
Berdasarkan asas hukum umum, yaitu Asas Actori Incumbit (Onus) Probatio. Dalam kasus ini, Pemohon menuduh berbagai jenis pelanggaran dan kecurangan yang dilakukan oleh Pihak Terkait dan/atau kecurangan yang dilakukan oleh Termohon. Karena Pemohon yang mendalilkan kecurangan, maka sudah seharusnya Pemohon pula yang membuktikan. Kesulitan yang dihadapi oleh Pemohon bukanlah semata-mata karena faktor adanya ancaman atau intimidasi yang selama ini digembar-gemborkan oleh Pemohon. Akan tetapi karena ketidakjelasan dalil yang dibangun oleh Pemohon yang tidak didasari oleh fakta-fakta dan bukti-bukti yang jelas. Misalnya, dalil Pemohon yang dibangun mengenai adanya kecurangan oleh Termohon seperti pembukaan kotak suara di parkiran, sebagaimana terdapat pada halaman 81. Ternyata Pemohon sendiri tidak mengetahui lokasinya dan hanya menggunakan cuplikan rekaman video bahwa lokasinya di sebuah parkiran toko swalayan Alfamart. Terdapat belasan ribu toko Alfamart di Indonesia, sehingga di mana peran Mahkamah dalam memanggil saksi terkait kasus tersebut?
Dalam kasus seperti ini, sudah pasti tidak bisa terungkap. Bagaimana hubungan kasus tersebut dengan perolehan suara pasangan calon? Memaksakan Mahkamah untuk dibebani pembuktian memanggil saksi terhadap dalil-dalil Pemohon yang tidak jelas adalah merupakan pelanggaran asas-asas peradilan yang cepat, murah, dan sederhana.
6.       Dalil Pemohon yang menuntut agar link berita dijadikan sebagai alat bukti adalah tidak berdasar. Karena sesuai dengan Pasal 36 Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 4 Tahun 2018 tentang Tata Beracara dalam Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, alat bukti meliputi surat atau tulisan, keterangan saksi, keterangan ahli, keterangan para pihak, petunjuk hakim, dan alat bukti lain yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu.
7.       Persoalan Situng KPU nebis in idem. Temuan atas kesalahan input data C-1 pada Situng KPU dan kesalahan sumber data C-1 yang dipindai, bukanlah merupakan hal yang baru. Karena sebelumnya telah dilaporkan oleh Tim Pendukung Pemohon ke Bawaslu RI dalam Perkara Nomor 07. Laporan tersebut telah diperiksa dan diputus oleh Bawaslu pada tanggal 16 Mei 2019. Dengan amar putusan yang pada pokoknya menyatakan, “Memerintahkan KPU untuk memperbaiki tata cara dan prosedur dalam input data sistem informasi pemungutan suara.”
Dalam pertimbangan hukum Bawaslu pada perkara tersebut, tidak ada satu pun pendapat Bawaslu yang mengaitkan temuan kesalahan input data yang dipindai dan temuan kesalahan pencatatan sumber data pada C-1 yang dipindai dengan keuntungan atau kerugian salah satu pasangan calon.
PETITUM
Berdasarkan uraian sebagaimana tersebut di atas, Termohon memohon kepada Mahkamah Konstitusi untuk menjatuhkan putusan sebagai berikut.
Dalam Eksepsi. Menerima Eksepsi Termohon.
Dalam Pokok Perkara. Menolak Permohonan Pemohon untuk seluruhnya. Menyatakan benar Keputusan KPU Republik Indonesia Nomor 987 tentang Penetapan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, Anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota secara nasional dalam Pemilu Tahun 2019, tertanggal 21 Mei 2019. Menetapkan perolehan suara Pemilu Presiden Dan Wakil Presiden Tahun 2019 yang benar adalah sebagai berikut.
Nama pasangan calon:
1. Ir. H. Joko Widodo dan Prof. Dr. K. H. Ma’ruf Amin=85.607.362
2. H. Prabowo Subianto dan H. Sandiaga Salahuddin Uno=68.650.239
Atau apabila Mahkamah Konstitusi berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya.

C.      Argumentasi TKN terkait Sengketa Pilpres
1.       Setiap narasi yang berisi sebuah tuduhan, hendaknya tidaklah berhenti pada sebatas tuduhan. Setiap tuduhan haruslah dibuktikan dengan alat-alat bukti yang sah menurut hukum. Tanpa itu, tuduhan hanyalah sekadar tuduhan belaka sebagai cara untuk melampiaskan emosi, ketidakpuasan, bahkan kebencian.
2.       Mahkamah adalah lembaga kekuasaan kehakiman yang harus dihormati dan dipercaya sebagai penjaga konstitusi (the guardian of the constitution) adalah tidak pada tempatnya untuk mengatakan dan meragukan integritas Mahkamah, seperti mencurigai Mahkamah sebagai bagian dari rezim koruptif, padahal proses perkara pun belum dimulai sama sekali.
3.       Bahwa Pemohon dalam Permohonannya tidak menerangkan tentang perselisihan hasil perolehan suara sebagai objek perkara yang seharusnya menjadi syarat formil permohonan. Hal ini terbukti dalam Permohonan Pemohon yang sama sekali tidak mendalilkan adanya perselisihan hasil perolehan suara dengan Pihak Terkait, termasuk argumentasi Pemohon yang memuat tentang kesalahan hasil perhitungan suara yang ditetapkan oleh Termohon maupun hasil perhitungan suara yang benar menurut Pemohon. Pemohon hanya mendalilkan adanya pelanggaran yang bersifat sistematis, terstruktur, dan masif sebagaimana disebutkan dalam dalil Pemohon pada halaman 15 sampai halaman 29, yang mana dalil-dalil Pemohon adalah merupakan asumsi, tidak disertai bukti-bukti yang sah, dan tidak pula dapat terukur secara pasti, bagaimana dan sebesar apa dampaknya terhadap perolehan suara dalam pemilu presiden dan wakil presiden?.
4.       Permohonan Pemohon tidak jelas dengan alasan-alasan sebagai berikut. Bahwa Permohonan Pemohon dalam pokok perkara, halaman 7 sampai halaman 13, menjelaskan tentang perlunya Mahkamah menerima Permohonan Pemohon untuk diadili dan diputus. Uraian Permohonan dalam subjudul, “MK adalah pengawal konstitusi, sehingga perlu mengadili kecurangan.” Dalam bagian Pokok Perkara, jika dibaca lebih saksama dan teliti, pada pokoknya merupakan keinginan Pemohon sendiri untuk menambahkan kewenangan Mahkamah Konstitusi. Frasa sehingga perlu mengadili secara eksplisit dan verbatim menunjukkan kehendak subjektif Pemohon agar Mahkamah mempertimbangkan untuk menerima Permohonan Pemohon untuk diproses beyond the law atau diluar ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku.
5.       Bahwa selain itu, Pemohon dalam Petitumnya pada poin 7 memerintahkan kepada Termohon untuk melaksanakan pemungutan suara ulang di seluruh wilayah Indonesia tanpa ada satupun menguraikan dalil yang relevan dalam Positanya. Misalnya, di TPS mana harus diulang dan karena apa sebab sehingga harus diulang?
6.       Pengajuan Perbaikan Permohonan yang dilakukan Pemohon tidak dapat dibenarkan secara hukum dan karenanya patut untuk ditolak dan dikesampingkan oleh Mahkamah. Jika dibenarkan, maka hal ini akan melanggar dan merugikan hak hukum Termohon dan Pihak Terkait untuk mendapatkan kesempatan yang cukup untuk membantah dalil-dalil Pemohon dan … dalam Perbaikan Permohonannya, baik dalam jawaban maupun keterangan.
PETITUM
Berdasarkan seluruh uraian, sebagaimana tersebut di atas, Pihak Terkait memohon kepada Mahkamah Konstitusi untuk menjatuhkan putusan sebagai berikut.
Dalam eksepsi.
1. Menerima eksepsi Pihak Terkait untuk seluruhnya.
2. Menyatakan Mahkamah Konstitusi tidak berwenang memeriksa permohonan Pemohon atau setidak-tidaknya menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat diterima.
Dalam pokok permohonan menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya.

1.       ANALISA KASUS SENGKETA PHPU 2019
Berdasarkan uraian argumentasi yang disampakan oleh masing-masing pihak, baik itu dari pihak pemohon dalam hal ini kubu Prabowo-Sandi, pihak termohon dalam hal ini KPU, dan Pihakt terkait dalam hal ini adalah kubu Jokowi-Ma’ruf amin. Maka dapat dilihat bahwa terdapat beberapa hal yang mesti dicermati didalam perkara sengketa hasil pemilihan presiden dan wakil presiden tersebut.
Melihat essensinya adalah sebuah sengketa yang di ajukan ke Mahkamah Konstitusi maka focus dari pada pembahasan berikut adalah terkait dengan apa yang disengketakan dalam hal ini dapat dilihat dari argumentasi dan Petitum pihak pemohon  dan bagaimana proses pembuktiannya. . Sehingga keputusan yang diambil berdasar pada kuatnya bukti – bukti yang dibawa oleh para pemohon, termohon, dan pihak terkait
Dari argumentasi pemohon dapat dilihat bahwa pada intinya gugatannya adalah meminta Mahkamah Konstitusi untuk membatalkan Hasil pemilihan umum yang telah ditetapkan oleh KPU,dan meminta untuk menetapkan Hasil penghitungan suara yang benar adalah yang  telah dilakukan secara internal oleh pihak pemohon atau melakukan pemilihan suara ulang.
jika di lihat hasil dari pembuktian yang dilakukan oleh pemohon terlihat jelas bahwa pemohon tidak mampu membuktikan apa yang di dalil kannya. Seperti hal nya dalil pihak pemohon mengenai kecurangan yang dilakukan oleh pihak terkait dalam pemilu ini yang menurut nya dilakukan secara terstruktur, sistematis, dan massif. Sangat mudah dipatahkan oleh Ahli Hukum Pidana dari Universitas Gajah Mada, Eddy O.S Hiariej, selaku ahli yang diajukan pihak terkait perkara PHPU Presiden-Wakil Presiden, yang mengatakan bahwa harus ada hubungan kausalitas antara pelanggaran TSM tersebut dan dampaknya.
Merujuk pada Fundamentum Petendi atau dasar gugatan atau dasar tuntutan, kuasa hukum pemohon menunjukkan beberapa peristiwa, kemudian me-generalisir bahwa kecurangan terjadi secara TSM. Padahal, untuk mengetahui apakah berbagai pelanggaran tersebut, kalau memang dapat dibuktikan secara sah dan meyakinkan, mempunyai hubungan kausalitas dengan hasil Pilpres harus menggunakan teori individualisir. Lebih lanjut ahli menyampaikan bahwa  kuasa hukum pemohon sama sekali tidak menyinggung hubungan kausalitas antara terstruktur, sistematis yang berdampak masif dan hubungannya dengan selisih penghitungan suara. Selain itu, untuk membuktikan adanya TSM, harus dibuktikan dua hal, yaitu adanya meeting of mine diantara para pelaku pelanggaran sebagai syarat subjektif dan adanya kerjasama yang nyata untuk mewujudkan meeting of mine diantara para pelaku pelanggaran sebagai syarat objektif secara kolektif atau bersama-sama.
Oleh karena itu, menurut saya bahwa pihak pemohon kurang mampu dalam membuktikan dalil-dalilnya sehingga dirasa tepat jika Hakim memutus untuk menolak seluruh petitum yang di ajukan demi Keadilan.

Komentar

Popular Posts

Pandangan Filsuf Romawi tentang Hukum : Cicero (106-43 SM)

“ Dimana ada masyarakat di situ ada hukum” (ubi societas ibi ius). Pemahaman cicero tentang hukum, bahwa disatu sisi hukum menyatu dengan masyarakat, dan disisi lain hukum juga merupakan akal budi alamiah dan manusiawi, menunjukan ada keterkaitan konsep hukum dan konsep kebudayaan masyarakat. Hukum tidak sekedar produk politik, tetapi produk kebudayaan manusia. Menurut C.A. Van Peursen, kebudayaan merupakan endapan kegiatan dan karya manusia atau manifestasi kehidupan setiap orang dan setiap kelompok orang. Selo soemardjan mengartikan kebudayaan sebagai keseluruhan hasil cipta, rasa, dan karya masyarakat yang dimanfaatkan menurut karsa masyarakat itu. Clifford Geertz memaknai kebudayaan sebagai sebuah pola makna-makna ( a pattern of meanings) atau ide-ide yang termuat dalam simbol-simbol yang dengannya masyarakat menjalani lengetahuan mereka tentang kehidupan dan mengekspresikan kesadaran mereka melalui simbol-simbol itu. Wujud kebudayaan yang pertama bersifat abstrak,...

Mekanisme Hukum Penyelesaian Konflik Masyarakat Modern

Achmad Ali menjelaskan bahwa penerapan hukum itu terdapat dalam dua hal, yaitu hal tidak ada konflik dan hal terjadi konflik . Contoh dari penerapan hukum pada saat tidak ada konflik adalah ketika seorang pembeli barang membayar harga barang dan penjual menerima uang pembayaran. Sementara contoh dari penerapan hukum pada saat terjadinya konflik adalah ketika pembeli sudah membayar harga barang akan tetapi penjual tidak mau menyerahkan barang yang telah dijual. Dari contoh di atas telah terlihat bahwasannya hukum berfungsi sebagai mekanisme untuk melakukan integrasi terhadap berbagai kepentingan warga masyarakat, yang berlaku baik ada konflik maupun tidak ada konflik. Namun dalam penyelesaian konflik itu sendiri tidak hanya hukum yang dijadikan sarana integrasi, melainkan juga sarana lain seperti kaidah agama, kaidah moral, dan sebagainya. Thomas Hobbes menyatakan bahwa masyarakat adalah sebagai medan peperangan antara manusia satu dengan manusia lain, atau antara masyarakat sa...

PENALARAN HUKUM (Sebuah Pengantar)

“The Object of a scientific inquiry is discovery: the object of a legal inquiry is decision”- Visser’t Hooft.                 Kutipan diatas sebenarnya ingin menunjukan bahwa penalaran hukum pada dasarnya adalah kegiatan berpikir problematis. Kegiatan berpikir ini berada dalam wilayah penalaran praktis, sebagaimana dinyatakan oleh Neil MacCormick, “… legal reasoning as one branch of practical reasoning, which is the application by humans of their reason to deciding how it is right to conduct themselves in situations of choice”. Namun, tipe argumentasi problematis (topical) seperti dikemukakan itu bukan satu-satunya jenis argumentasi. Ada kutub lawan dari tipe argumentasi ini, yaitu berpikir secara aksiomatis (sistematis).                 Berpikir aksiomatis menunjuk pada proses yang bertolak dari kebenaran-kebenaran yang tidak di...