Langsung ke konten utama

Penalaran Hukum dalam Konteks KeIndonesiaan : Penstudi Hukum di Indonesia (pengamat)


Secara umum para penstudi hukum ini dapat dibedakan menjadi partisipan (medespeler) dan pengamat (toeschouwer). Untuk konteks keindonesiaan, para penstudi hukum ini juga memiliki karakteristik tersendiri yang terutama dipengaruhi oleh system hukum yang dianut oleh Indonesia sepanjang sejarah perjalanannya sampai saat ini.
                Para pengemban hukum praktis Indonesia adalah para Fungsionaris hukum yang bekerja dengan berpegang erat dengan disiplin hukum dan system hukum positif Indonesia. Mereka memfungsikan hukum menurut bangunan system hukum yang berlaku pada saat itu di Indonesia, bukan berkelana mencari pegangan kepada system hukum positif Negara lain, apalagi system nonhukum. Hal ini berlainan dengan pengemban hukum teoritis, ia memang tetap berada dalam lingkungan system hukum, tetapi dalam melakukan penalaran hukumnya yang bersangkutan tidak perlu harus terikat pada system hukum positif yang ada dan berlaku. Sebagai ilmuwan teoritisi, dan filsuf hukum, para pengemban hukum hukum teoritis ini berpegang erat pada disiplin hukum, bukan bersikukuh pada system hukum positif.
a.       Pengamat
Seperti disinggung dimuka, pengamat (toeshouwer) adalah para penstudi hukum yang melaukan penalaran hukum juga, namun hal ini dilakukan dari sudut ekternal disiplin hukum dan system hukum positif Indonesia. Titik berangkat yang digunakan para pengamat adalah disiplin nonhukum. Disiplin pada hakikatnya adalah suatu system ajaran yang memiliki usur-usur dan cara kerja tersendiri. Oleh karena itu objek studinya adalah hukum, maka system ajaran ini kemudian melahirkan cabang disiplin yang khas.
1)      Sejarah dan sejarah hukum
Dalam penalaran hukum, aspek sejarah biasanya diperlukan untuk memberi konteks kepada suatu rumusan peraturan. Setiap ketentuan hukum, apapun bentuknya, adalah karya manusia yang terikaat pada ruang dan waktu. Kebutuhan memaknai hukum secara kontekstual ini hanya mungkin dipenuhi dengan baik apabila dimensi-dimensi historis suatu hukum dapat ditelusuri. Disinilah arti penting studi sejarah terhadap hukum. Studi ini dapat dilakukan secara makro terhadap satu atau sejumlah system hukumpada umumnya (sejarah hukum) atau terhadap produk hukum tertentu saja (antara lain sejarah undang-undang atau bagian dari undang-undang tertentu).
Pemanfaatan penelitian sejarah hukum untuk keperluan pengemban hukumpraktis, khususnya dalam rangka pembentukan undang-undang biasnya hanya merambah ranah-ranah hukum nonnetral, sepeti perkawinan, kewarisan, zakat, dan wakaf.

2)      Sosiologi dan sosiologi hukum
Mengingat ilmu hukum adalah ilmu praktis yang senantiasa dievaluasi oleh kenyataan-kenyataan social, maka disiplin nonhukum yang tercatat paling sering memberi dasar-dasar ilmiah terhadap evaluasi tersebut adalah sosiologi. Sosiologi memotret apa yang terjadi sekarang ini, bukan apa yang seharusnya. Selo soemardjan dan soelaeman soemardi menyatakan bahwa sosiologi adalah ilmu yang mempelajari struktur social dan proses-proses social.
Menurut Bruggink, pengkajian sosiologi hukum dapat bertolak pada aliran (stroming) yang disebut sosiologi hukum empiris dan sosiologi hukum kontemplatif. Para penstui dari disiplin sosiologi dan sosiologi hukum memaknai hukum sebagai pola-pola perilaku social yang terlembagakan, eksis sebgai variable social yang empirik. Sosiologi hukum memberi landasan teoritisnya kepada model penalaran mazhab sejarah, yang di Indonesia didukung oleh para pemuka hukum adat.
3)      Antropologi dan antropologi hukum
Antropologi hukum adalah cabagn dari antropologi budaya. Antropologi budaya mencakup dua subdisiplin, yaitu etnografi (deskripsi tentang masyarakat) dan etnologi (analisis tentang masyarakat), antropologi hukum ini adalah pengembanan dari apa yang dulu disebut etnologi hukum.
Dalam kondisi kemasyarakatan Indonesia yang multietnik, pengkajian antropologi akan memberi manfaat yang besar bai penalaran hukum. Penelitian-penelitian bertema kontemporer seperti dikemukakan Koentjaraninggrat mengindikasikan hal tersebut. Antripologi secara khusu dapat berperan dalam penelitian-penelitian diakronis atau sinkronis mengenai interaksi antara suku-suku bangsa.
Penstudi antropologi hukum memberi sumbangan penting, khususnya kepada pembentukan hukum yang akan menyusun undang-undang bermaterikan yang menjangkau ranah nonetral seperti perdata adat atau pidana adat. Dalam era desentralisasi saat ini, karya-karya penelitianantripologi diperlukan untuk membantu pembentuk hukum menyelami kebutuhan masyarakat dari perspektif kedaerahan. Kajian antropologi juga membantu penalaran hukum yang dilakukan oleh para hakim ketika hakim-hakim sedang menangani perkara-perkara adat.

4)      Psikologi dan psikologi hukum
Secara sederhana psikologi dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari proses perilaku dan mental. Bidang-bidangnya sangat luas, misalnya psikologi klinis, penyuluhanm eksperimental, sekolah, pendidikan, perusahaan, social, perkembanan, kepribadian, masyarakat, psikometri, dan rekayasa.
Psikologi dan psikiatri memberi andil yang besar bagi penalaran hukum jika psikologi dan psikiatri menelaah kesadaran dan sikap tindak manusia maka ilmu hukum menyoroti aturan tentang kesadaran dan sikap tindak yang serasi dengan patokan yang telah diterapkan oleh masyaralat dan Negara.
Meuwissen menyebutkan tiga segi sumbangan psikologi terhadap hukum pertama, dari sudut psikoanalissi gejala-gejala hukum dan Negara dapat diinterpretasi menurut cara ini, kedua, psikologi humanistic menelaah kesadaran hukum dan perasaan hukum. Ketiga, psikologi perilaku untuk mengamati tingkah laku manusia dengan pertolongan model penjelasan kausal yang dipahami dari sudut konstelasi tertentu.

5)      Ilmu politik dan politik hukum
Dalam bukunya “over de theorie van een stellig staatrecht” logemann menyatakan ilmu politik harus dibedakan dengan politik. Politik merupakan perbuatan memilih pihak tertentu untuk tujuan-tujaun social tertentu yang dianggap bernilai, dan pencapaian tujuan-tujuan tersebut.
Para penstudi hukum yang bertolak dari ilmu politik pada hakikatnya melakukan penalaran hukum dalam rangka menjelaskan politik hukum ini. Kegiatan penalarn hukum yang mereka lakukan dengan dmikian menunjukan karakteristik : a. ditunjukan untuk umum, bukan untuk kasus-kasus individual, b. dalam rangka membentuk kebijakan umum, c. memuat tentang pembagian dan pegalokasian nilai-nilai dalam masyarakat.
Disiplin politik dan politik hukum senantiasa memandang hukum sebgai produk politik. Model penalaran yang sangat terkesan dengan cara pandang seperrti ini adalah positivism hukum. Oleh karena itu, pola penalaran doctrinal-deduktif yang dipergunakan oleh positivism hukum dapat dijelaskan melalui bantual ilmu politik. Politik hukum adalah studi eksternal disiplin hukum. 



Sumber
Juduk Buku : Hukum Penalaran dan Penalaran Hukum
Penulis : Shidarta
Penerbit : GENTA Publlishing

Komentar

Popular Posts

Pandangan Filsuf Romawi tentang Hukum : Cicero (106-43 SM)

“ Dimana ada masyarakat di situ ada hukum” (ubi societas ibi ius). Pemahaman cicero tentang hukum, bahwa disatu sisi hukum menyatu dengan masyarakat, dan disisi lain hukum juga merupakan akal budi alamiah dan manusiawi, menunjukan ada keterkaitan konsep hukum dan konsep kebudayaan masyarakat. Hukum tidak sekedar produk politik, tetapi produk kebudayaan manusia. Menurut C.A. Van Peursen, kebudayaan merupakan endapan kegiatan dan karya manusia atau manifestasi kehidupan setiap orang dan setiap kelompok orang. Selo soemardjan mengartikan kebudayaan sebagai keseluruhan hasil cipta, rasa, dan karya masyarakat yang dimanfaatkan menurut karsa masyarakat itu. Clifford Geertz memaknai kebudayaan sebagai sebuah pola makna-makna ( a pattern of meanings) atau ide-ide yang termuat dalam simbol-simbol yang dengannya masyarakat menjalani lengetahuan mereka tentang kehidupan dan mengekspresikan kesadaran mereka melalui simbol-simbol itu. Wujud kebudayaan yang pertama bersifat abstrak,...

Mekanisme Hukum Penyelesaian Konflik Masyarakat Modern

Achmad Ali menjelaskan bahwa penerapan hukum itu terdapat dalam dua hal, yaitu hal tidak ada konflik dan hal terjadi konflik . Contoh dari penerapan hukum pada saat tidak ada konflik adalah ketika seorang pembeli barang membayar harga barang dan penjual menerima uang pembayaran. Sementara contoh dari penerapan hukum pada saat terjadinya konflik adalah ketika pembeli sudah membayar harga barang akan tetapi penjual tidak mau menyerahkan barang yang telah dijual. Dari contoh di atas telah terlihat bahwasannya hukum berfungsi sebagai mekanisme untuk melakukan integrasi terhadap berbagai kepentingan warga masyarakat, yang berlaku baik ada konflik maupun tidak ada konflik. Namun dalam penyelesaian konflik itu sendiri tidak hanya hukum yang dijadikan sarana integrasi, melainkan juga sarana lain seperti kaidah agama, kaidah moral, dan sebagainya. Thomas Hobbes menyatakan bahwa masyarakat adalah sebagai medan peperangan antara manusia satu dengan manusia lain, atau antara masyarakat sa...

PENALARAN HUKUM (Sebuah Pengantar)

“The Object of a scientific inquiry is discovery: the object of a legal inquiry is decision”- Visser’t Hooft.                 Kutipan diatas sebenarnya ingin menunjukan bahwa penalaran hukum pada dasarnya adalah kegiatan berpikir problematis. Kegiatan berpikir ini berada dalam wilayah penalaran praktis, sebagaimana dinyatakan oleh Neil MacCormick, “… legal reasoning as one branch of practical reasoning, which is the application by humans of their reason to deciding how it is right to conduct themselves in situations of choice”. Namun, tipe argumentasi problematis (topical) seperti dikemukakan itu bukan satu-satunya jenis argumentasi. Ada kutub lawan dari tipe argumentasi ini, yaitu berpikir secara aksiomatis (sistematis).                 Berpikir aksiomatis menunjuk pada proses yang bertolak dari kebenaran-kebenaran yang tidak di...