Sistem Hukum Indonesia
Sekalipun
secara umum diterima adanya kedekatan keluarga civil law dengan system hukum nasional Indoensai, karakteristik
system hukum Indonesia itu sendiri masih menimbulkan silang pendapat, khususnya
jika dikaitkan dengan keberadaan subsistem hukum yang menopangnya, yaitu hukum
adat, hukum islam, dan hukum barat.
Sebelum sampai kepada uraian
tentang karakteristik system hukum Indonesia, pertama-tama perlu dibentangkan
kaeterkaitan antara budaya dan hukum sebagai suatu hubungan sibernetis.
Satjipto Rahardjo, dengan mengambil dasar-dasar pemikiran Talcott Parsons
berjasa memberikan deskripsi sederhana tentang hubungan ini seperti terlihat
pada bagan berikut :
Ragam tersebut menunjukan adanya
dua dunia, yakni dunia fisik organis dan dunia kebenaran jati. System budaya
adalah tatanan yang paling dekat dengan kebenaran jati, yakni nilai-nilai
kebenaran dan keadilan. Pada sudut eksterem sebaliknya, terdapat system ekonomi,
yaitu tatanan yang paling dekat dengan energi (dunia fisik organis). System ekonomi
adalah tatanan yang kaya energy, teetapi miskin nilai-nilai. System ini
mengalirkan arus energinya kepada system politik, sehingga system politik
mempunyai kemampuan untuk menetapkan dan merealisasikan tujuan-tujuan
kekuasaannya. Energi dari system plitik ini disalurkan kepada system hukum,
antara lain guna memfungsikan hukum sebagai instrument social order.sistem hukum pun memanfaatkan energy tadi untuk juga
mempengaruhi system budaya, sehingga
nilai-nilai budaya pun dapat diubah melalui fungsi hukum sebagai social engeneering.
Arus nilai-nilai yang bergerak
dari system budaya ke system-sistem berikut nya itu mengejawantahkan menjadi
nilai-nilai tertentu yang hidup dalam system-sistem tadi. Ditinjau dari sudut
nilai-nilai ini menurut Sutan Takdir Alisjahbana, suatu system budaya membawa:
a.
Niali teori
b.
Nilai ekonomi
c.
Nilai agama
d.
Nilai seni
e.
Niali kuasa
f.
Nilai solidaritas
Uraian
nilai-nilai yang diberikan ole Alisjahbana diatas berguna untuk memperjelas
unsur-unsur dalam system hukum Indonesia.
Sebagaiman disinggung di muka, kompleksitas system hukum Indonesia ini dibentuk
oleh perjalanan sejarah, sehingga melahirkann subsistem hukum adat, hukum
islam, dan barat. Seperti kondisi sekarang, Alisjahbana melihat adanya
laoisan-lapisan kebudayaan di Indonesia yang hadir secara kronologis. Menurut Alisjahbana,
pertama kali kebudayaan yang muncul adalah kebudayaan Indonesia asli, hukum
sebagai produk kebudayaan Indonesia asli ini adalah hukum-hukum adat hingga
akhirnya kini disebut kebudayaan bhineka tunggal ika, sehingga terdapat lima
bentuk kebudayaan yang berlangsung secara kronologis, yaitu:
a.
Kebudayaan Indonesia asli
b.
Kebudayaan Hindu
c.
Kebudayaan Islam
d.
Kebudyaan Barat
e.
Kebudayaan Bhineka Tunggal Ika.
Pada periode kebudayaan Indonesia asli, kebudayaan dikuasai oleh
nilai-nilai agama (kepercayaan terhadap roh-roh dan tenaga tenaga gaib meresapi
seluruh kehidupan, baik orang perorangan maupun masyarakat keseluruhannya),
yang diikuti oleh nilai solidaritas dan nilai kesenian. Pada periode yang
dipengaruhi oleh budaya India (Hindu), kebudayaan masa itu mulai mengenal
lembaga-lembaga kekuasaan formal. Alisjahbana menyebut masa ini sebagai dasar
dari feodalisme dalam sejarah Indonesia, nilai tertinggi masih nilai agama dan
nilai kedua adalah nilai kekuasaan yang berpokok pada kekudusan dewa-dewa dan
turun bertingkat-tingkat sampai pada mahkluk yang terendah.
Pada periode kebudayaan islam, nilai agama memegang peranan yang kuat
sekali, disamoing nilai teori (ilmu) dan nilai ekonomi. Tentang nilai kesenian,
meskipun dikatakan dalam Al-quran bahwa, Tuhan menyukai keindahan, tetapi
apabila dibandingkan dengan agama lainnya jelas bahwa islam agak menahan
kemajuan seni. Nilai kuasa dalmislam menentukan bahwa kekuasaan adalah
semata-mata ditangan Tuhan dan manusia dengan seisi alam ini takluk kepadanya. Dalam
periode berikutnya, yaitu kebudayaan modern yang terkuat dalah nilai ilmu dan
nilai ekonomi sedangkan nilai agama dan nilai seni lemah. Hal ini tampak dari
terjadinya krisis agama dan seni di eropa dan amerika. Tentang nilai
solidaritas, sangat kuat pada Negara-negara demokratis, sementara nilai kuasa
sangat kuat dalam Negara totaliter.
Pada masa berikutnya, kita memasuki periode kebudayaan Bhineka Tunggal
Ika. Ini terjadi, menurut Alisjahbana, karena terdapatnya bermacam-macam
penjelmaan kebudayaan yang hidup di Indonesia. Ada yang masih hidup dalam
kebudayaan asli, ada yang memperlihatkan gabungan antara kebudayaan Indonesia
asli dan Hindu, ada yang kombinasi antara Indonesia asli dan islam . sementara
dikota-kota besar, tampak ada gabungan antara ketiga kebudayaan itu dengan
kebudayaan modern.
Sumber
Juduk Buku : Hukum Penalaran dan Penalaran Hukum
Penulis : Shidarta
Penerbit : GENTA Publlishing
Juduk Buku : Hukum Penalaran dan Penalaran Hukum
Penulis : Shidarta
Penerbit : GENTA Publlishing
Komentar
Posting Komentar