“ Dimana ada masyarakat di situ ada hukum” (ubi societas ibi ius).
Pemahaman cicero tentang hukum, bahwa disatu sisi hukum menyatu dengan masyarakat, dan disisi lain hukum juga merupakan akal budi alamiah dan manusiawi, menunjukan ada keterkaitan konsep hukum dan konsep kebudayaan masyarakat. Hukum tidak sekedar produk politik, tetapi produk kebudayaan manusia.
Menurut C.A. Van Peursen, kebudayaan merupakan endapan kegiatan dan karya manusia atau manifestasi kehidupan setiap orang dan setiap kelompok orang. Selo soemardjan mengartikan kebudayaan sebagai keseluruhan hasil cipta, rasa, dan karya masyarakat yang dimanfaatkan menurut karsa masyarakat itu.
Clifford Geertz memaknai kebudayaan sebagai sebuah pola makna-makna ( a pattern of meanings) atau ide-ide yang termuat dalam simbol-simbol yang dengannya masyarakat menjalani lengetahuan mereka tentang kehidupan dan mengekspresikan kesadaran mereka melalui simbol-simbol itu.
Wujud kebudayaan yang pertama bersifat abstrak, berupa tata kelakuan untuk mengatur, mengendalikan dan memberi arah atas perbuatan manusia dalam masyarakat. Wujud kedua kebudayaan adalah sistem sosial, yang terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang berinteraksi. Wujud ketiga kebudayaan adalah semua benda yang bersifat fisik. Demikianlah , maka pemaknaan hukum pada gilirannya juga dapat dimasukan dalam wujud-wujud kebudayaan tersebut. Hukum sebagai asas kebenaran dan keadilan, norma positif dalam sistrm perundang-undangan, atau berula putusan hakim merupakan bukti kebudayaan jenis pertama. Sementara itu, hukum sebagai pola perilaku atau manifestasi makna-makna simbolik dalam interaksi para pelaku sosial adalah wujud kedua kebudayaan.
Konsep yang lebih menarik lagi disampaikan oleh bernardo bernadi, yang kemudian direduksi oleh Soerjanto Poespowardojo, dengan membagi fenomena kebudayaan dalam empat faktor dasar yaitu anthropos, oikos, tekne, dan ethnos.
Sumber
Juduk Buku : Hukum Penalaran dan Penalaran Hukum
Penulis : Shidarta
Penerbit : GENTA Publlishing
Komentar
Posting Komentar