Langsung ke konten utama

PENALARAN HUKUM (SUDUT PANDANG : Keluarga Sistem Hukum)


Pola-pola penalaran hukum sangat dipengaruhi oleh sudut pandang dari subjek-subjek yang melakukan kegiatan penalaran. Sudut pandang inilah yang kemudian bermuara menjadi orientasi berpikir yuridis, yakni berupa model-model penalaran di dalam disiplin huku, khususnya sebagaimana dikenal luas sebagai aliran-aliran filsafat hukum. Apa yang dimaksud dengan sudut pandang disini, dengan demikian , merupakan latar belakang subjektif dari suatu kerangka orientasi berpikir yuridis.
                Uraian tentang sudut pandang dibawah ini mencakup dua katagori. Pertama, pembedaan sudut pandang penalaran huku dilihat dari aspek makro, yaitu dari sudut keluarga system huku (parent legal system). Kedua, pembedaan tersebut didasarkan pada sudut pandang partisipan (medespeler) dan pengamat (toeschouwer).
Keluarga Sistem Hukum
Kata “system” merujuk kepad banyak pengertian. Secara sederhana kata ini berarti sekelompok bagian-bagian (alat dan sebagainya) yang bekerja bersama-sama untuk melakukan suatu maksud atau “group of things or part working together in a regular relation”. Definisi yang kurang lebih sama diberikan oleh Black’s Law Dictionary, yang mengartikan system sebagai “orderly combination or arrangement, as of particulars, parts, or elements into a whole, especially such combination according to some rational principle”.
Banyak unsur yang terjalin dalam suatu system hal ini terlihat pada hukum sebagai suatu system. Sudikno martokusumo mengibaratkan system hukum sebagai gambar mozaik, yaitu gambar yang dipotong-potong menjadi kecil untuk kemudian disatukan kembali, sehigga tampak utuh seperti gambar semula. Masing-masing bagian tidak berdiri sendiri lepas  hubungannya dengan yang lain, tetapi kait mengait dengan bagian-bagian lainny. Tiap bagian tidak mempunyai arti di luar kesatuan itu. Didalam kesatuan itu tidak dikehendaki adanya konflik atau kontradiksi. Kalau sampai terjadi konflik, maka akan segera diselesaikan oleh dan didalam system itu sendiri.
System hukum sebagaiman tampak dari uraian dibawah, adalah system hukum yang terbuka, dalam arti dipengaruhi dan mempengaruhi system-sistem lain diluar hukum. Tidak mengherankan apabila diantara system-sistem hukum itu terdapat persamaan sekaligus perbedaan. Ciri-ciri yang sama ialah yang kemudian menjadi dasar pengklasifikasian sejumlah system hukum itu kedalam suatu keluarga system hukum (parent legal system).
Keluaarga system hukum memainkan peranan penting dalam menentukan model-model penalaran yang disajikan dalam kerangka orientasi berpikir yuridis. Hal ini disebabkan beberapa alasan sebagai berikut:
a.       Keluarga system hukum merupakan produk historis, yakni wujud pergumulan  nilai-nilai budaya, social, politik, ekonom, dan berbagai aspek nilai lainnya yang diakomodasi kedalam system hukum suatu Negara atau bagian dari suatu Negara.
b.      Keluarga system hukum meletakan dasar bagi pola perkembangan (pembangunan) selanjutnya dari suatu system hukum (the visions of law).
c.       Keluarga system hukum memperagakan karakteristik tertentu dari pengembanan hukum (rechtsboefening) baik pengembanan hukum praktis maupun teoritis.
Istilah keluarga system hukum (parent legal system) biasa dipergunakan oleh para ahli perbadingan hukum (legal comparatists) untuk menyebutkan suatu tatanan organisasional yang paling penting (organizational linchpin) dalam rangka penganalisisan system-sistem hukum berbagai Negara di dunia. Keluarga system hukum ini merupakan eponymous models, yakni “… certain laws which can be considered typical and representative of a family which group a number of laws” . dengan demikian, istilah keluarga system hukum (parent legal system) ini dapat dipersamakan dengan system-sistem hukum utama (major legal system) atau bahkan cukup ditulis sebagai keluarga hukum (legal family atau famile juridique) saja.
                Didunia ini biasanya dikemukakan ada tiga keluarga system hukum, yaitu Civil law system, common law system dan socialist law system. Kelompok yang ketiga, socialist law system, sering tidak disinggung secara khusus dalam banyak tulisan karena berakar pada civil law system. Pembagian diatas sebenarnya bersifat oversimplified, mengikat system-sistem hukum yang mengisis bagian-bagiannya juga begitu banyak. Peter de Cruz menyebut angka sekitar 42 sistem hukum yang mempunyai karakteristik tersendiri, yang berarti pengelompokan ke dalam tiga keluarga system hukum di atas tentu terlalu sedikit.
                Kriteria yang lebih luas diberikan oleh Esmein (1905), dengan membedakannya menjadi lima keluarga system hukum yaitu : (1)Romanistic, (2) Germantic (3)Anglo Saxon  (4)Slavic (5) Islam. Zwegett  dan Kotz (1977) mengklasifikasikan lebih banyak lagi, yaitu : (1) Romanistic (2) Germanic (3) Nordic (4) Common law families (5) Socialist, (6) far eastern systems ((7) Islamic system (8)  Hindu law.
Adapun beberapa factor yang dapat dijadikan indicator untuk menggolongkan system huku Negara-negara tertentun menjadi satu keluarga tersendiri antara lain meliputi :
a.       Latar belakang sejarah dan pembangunan system hukumnya
b.      Karakteristikn khas dari cara berpikirnya
c.       Pranata-pranata nya yang berbeda
d.      Jenis-jenis sumber hukum yang dikenal dan penggunaannya
e.      Ideologinya.
Dalam uraian berikut factor kedua yang menjadi focus elaborasi. Para ahli perbandingan hukum pada umumnya mengakui ada perbedaan cara berfikit (penalaran) diantara keluarga-keluarga system hukum itu.  
                Sejalan dengan ditempatkannya undang-undang sebagai sumber utama hukum dalam keluarga system civil law, aka dengan sendirinya pembentuk undang-undang mempunyai peranan penting untuk menetapkan corak system hukum positif Negara tersebut. Pada forum legislative inilah semua konsep hukum itu dibicarakan untuk kemudian digunakan sebagai panduan bagi para hakim dalam memecahkan kasus-kasus konkret di pengadilan. Dalam konteks ini, para pembentuk undang-undang dituntut berfikir sekomprehensif mungkin agar semua kasus yang dipersepsikan akan muncul dikemudian hari dapat tercakup dalam pengaturan undang-undang itu. Maka detail dan eksplisit suatu peraturan diformulasikan, maka ringan pekerjaan hakim di lapangan. Dimensi nilai keadilan (gerechtigheit) dan kemanfaatan (zweigmafigkeit) dipersepsikan sudah diletakan jauh-jauh hari tatkala undang-undang itu dirumuskan oleh wakil-wakil rakyat di lembaga legislative. Oleh karena itu, tugas hakim seharusnya lebih diarahkan kepada penetapan aturannya, sehingga tercapailah kepastian hukum bagi semua pihak .
                Disisi lain, dalam  keluarga system common law , keaktifan justru dituntut dating dari para hakim. Undang-undang bukanlah sesuatu yang dapat diandalkan oleh mereka dalam menghadapi situasi terberi di pengadilan. Untuk melembagakann semangat berkeadilan inilah, antara lain lalu dihadirkan dewan juri di pengadilan sebagai pranata khas common law. Selanjutnya, agar nilai kepastian hukum juga tercakup dalam putusan hakim, maka asas preseden yang mengikat (the binding force of precedent) diterapkan.  Tatkala hakim menjatuhkan putusan, ia dipastikan sudah memperhatikan dengan seksama putusan-putusan sebelumnya yang mengadili kasus serupa.
Perbedaan Civil Law – Common Law
Perihal
Civil law
Common law
Cara berpikir
Abstrak, konseptual, simetris.
Konkret, kasuistis, pragmatis.
Pembagian bidang hukum
Secara klasikal mengenal pembedaan hukum public dan hukum privat.
Secara klasikal tidak mengenal pembagian huku publik dan hukum privat.
Pendekatan dalam penyelesaian masalah
Berangkat dari aturan (rule based).
Berangkat dari problem konkret yang disajikan di pengadilan (court based), kebutuhan para pihak.
Pola penalaran
Sistemik-> problematic.
Problematic-> sistemik.
Sumber hukum positif
Terutama berupa perundang-undangan.
Terutama putusan hakim
Karakteristik perundang-undangan
Disusun selengkap mungkin. Kodifikasi untuk bidang hukum yang mendasar
Disusun untuk merespon kebutuhan case law. Oleh karena itu, materi undang-undang biasanya difokuskan untuk pembentukan hukum acara.
Karakteristik putusan hakim
Tidak berlaku asas preseden yang mengikat (sekedar persuasive precedent).
Berlaku asas preseden yang mengikat (binding force of precedent).
Peranan pengemban hukum dalam pembentukan hukum
Pengemban hukum yang banyak berperan dala pembentukan hukum adalah pembentuk undang-undang itu sendiri.
Pengemban hukum yang berperandalam pembentukan hukum adalah hakim, melalui putusan konkret yang kemudian diikuti berdasarkan asas preseden.
Profesi kehakiman
Hakim dididik dan diangkat dari lulusan universitas, yang sebagian besar menjadikan profesi ini sebagai awal karir mereka.
Hakim diangkat dari profesi hukum lain (terutama pengacara) yang menjalankan profesi hakim ini justru sebagai puncak karir mereka.
Peran universitas
Universitas sangat besar perannya dalam penciptaan doktrin-doktrin hukum.
Universitas kurang berperan dalam penciptaan doktrin-doktrin hukum.



Sumber
Juduk Buku : Hukum Penalaran dan Penalaran Hukum
Penulis : Shidarta
Penerbit : GENTA Publlishing

Komentar

Popular Posts

Pandangan Filsuf Romawi tentang Hukum : Cicero (106-43 SM)

“ Dimana ada masyarakat di situ ada hukum” (ubi societas ibi ius). Pemahaman cicero tentang hukum, bahwa disatu sisi hukum menyatu dengan masyarakat, dan disisi lain hukum juga merupakan akal budi alamiah dan manusiawi, menunjukan ada keterkaitan konsep hukum dan konsep kebudayaan masyarakat. Hukum tidak sekedar produk politik, tetapi produk kebudayaan manusia. Menurut C.A. Van Peursen, kebudayaan merupakan endapan kegiatan dan karya manusia atau manifestasi kehidupan setiap orang dan setiap kelompok orang. Selo soemardjan mengartikan kebudayaan sebagai keseluruhan hasil cipta, rasa, dan karya masyarakat yang dimanfaatkan menurut karsa masyarakat itu. Clifford Geertz memaknai kebudayaan sebagai sebuah pola makna-makna ( a pattern of meanings) atau ide-ide yang termuat dalam simbol-simbol yang dengannya masyarakat menjalani lengetahuan mereka tentang kehidupan dan mengekspresikan kesadaran mereka melalui simbol-simbol itu. Wujud kebudayaan yang pertama bersifat abstrak,...

Mekanisme Hukum Penyelesaian Konflik Masyarakat Modern

Achmad Ali menjelaskan bahwa penerapan hukum itu terdapat dalam dua hal, yaitu hal tidak ada konflik dan hal terjadi konflik . Contoh dari penerapan hukum pada saat tidak ada konflik adalah ketika seorang pembeli barang membayar harga barang dan penjual menerima uang pembayaran. Sementara contoh dari penerapan hukum pada saat terjadinya konflik adalah ketika pembeli sudah membayar harga barang akan tetapi penjual tidak mau menyerahkan barang yang telah dijual. Dari contoh di atas telah terlihat bahwasannya hukum berfungsi sebagai mekanisme untuk melakukan integrasi terhadap berbagai kepentingan warga masyarakat, yang berlaku baik ada konflik maupun tidak ada konflik. Namun dalam penyelesaian konflik itu sendiri tidak hanya hukum yang dijadikan sarana integrasi, melainkan juga sarana lain seperti kaidah agama, kaidah moral, dan sebagainya. Thomas Hobbes menyatakan bahwa masyarakat adalah sebagai medan peperangan antara manusia satu dengan manusia lain, atau antara masyarakat sa...

PENALARAN HUKUM (Sebuah Pengantar)

“The Object of a scientific inquiry is discovery: the object of a legal inquiry is decision”- Visser’t Hooft.                 Kutipan diatas sebenarnya ingin menunjukan bahwa penalaran hukum pada dasarnya adalah kegiatan berpikir problematis. Kegiatan berpikir ini berada dalam wilayah penalaran praktis, sebagaimana dinyatakan oleh Neil MacCormick, “… legal reasoning as one branch of practical reasoning, which is the application by humans of their reason to deciding how it is right to conduct themselves in situations of choice”. Namun, tipe argumentasi problematis (topical) seperti dikemukakan itu bukan satu-satunya jenis argumentasi. Ada kutub lawan dari tipe argumentasi ini, yaitu berpikir secara aksiomatis (sistematis).                 Berpikir aksiomatis menunjuk pada proses yang bertolak dari kebenaran-kebenaran yang tidak di...