Langsung ke konten utama

Model-model Penalaran Hukum : Utilitarianisme


Utilitarianisme
                Model penalaran hukum Utilitarianisme pada dasarnya berangkat dari titik tolak yang sama dengan Positivisme Hukum. Konsep-konsep berpikir John Austin, misalnya, banyak kesamaannya dengan sahabatnya yakni tokoh Utilitarianisme Jeremy Bentham. Positivisme Hukum menjadi menarik dan berbeda dengan Utilitarianisme, sebenarnya justru berkat andil Kelsen dengan gerakan pemurnian hukumnya.
                Aspek ontologis dari model penalaran Utilitarianisme tidak berbeda. Apa yang membedakan utilitarianisme dengan positivism adalah pada gerakan top-down yang kemudian diikuti dengan gerakan bottom-up. gerakan bottom-up ini muncul karena norma positif dalam system perundang-undangan itu harus diuji dalam lapangan kenyataan. Disini berarti tidak saja dituntut adanya keberlakuan yuridis atau legitimasi seecara yuridis tetapi juga evektifitas atau keterimaannya di masyarakat.
                Jika model penalaran ini dituangkan dalam putusan hakim, maka putusan tresebut tidak sekedar mengacu pada kepastian semata, melainkan juga kemanfaatan bagi pihak-pihak terkait dalam arti luas. Secara teoritis, kepastian dan kemanfaatan tidak berada pada posisi sederajat. Inilah yang membedakannya dengan model penalaran ala American Sociological Jurisprudence. Kepastian hukum menurut Utilitarianisme harus menjadi tujuan priemer hukum, baru kemudian diikuti kemanfaatan sebagai tujuan sekundernya. Sayangnya, semua konstruksi berpikir ini hanya ada dibenak si pengemban hukum itu, tidak mungkin dapat dibaca secara eksplisit pleh penstudi hukum, sehingga secara kasatmata oleh pihak eksternal si penalar, model penalaran Utilitarianisme ini sulit dibedakannya dengan American Sociological Jurisprudence.
                Karena basis dari utilitarianisme ini sama dengan positivism hukum, maka model penalaran ini dapat dianggap sebagai modifikasi dari Legisme, yaitu bentuk Positivisme Hukum yang paling konservatif. Model penalaran ini bahkan dapat dianggap sebagai penyusupan sosiologi lewat pintu belakang bangunan positivism hukum. Oleh karena itu, tidak heran bahwa model ini dapat diterima baik dikawasan keluarga system common law maupun civil law, dengan tokoh pendukung utama seperti Jeremy Bentham (1748-1832). Rudolf van Ihering (1818-1892), dan Holmes (1841-1935).


Sumber
Juduk Buku : Hukum Penalaran dan Penalaran Hukum
Penulis : Shidarta
Penerbit : GENTA Publlishing

Komentar

Popular Posts

Pandangan Filsuf Romawi tentang Hukum : Cicero (106-43 SM)

“ Dimana ada masyarakat di situ ada hukum” (ubi societas ibi ius). Pemahaman cicero tentang hukum, bahwa disatu sisi hukum menyatu dengan masyarakat, dan disisi lain hukum juga merupakan akal budi alamiah dan manusiawi, menunjukan ada keterkaitan konsep hukum dan konsep kebudayaan masyarakat. Hukum tidak sekedar produk politik, tetapi produk kebudayaan manusia. Menurut C.A. Van Peursen, kebudayaan merupakan endapan kegiatan dan karya manusia atau manifestasi kehidupan setiap orang dan setiap kelompok orang. Selo soemardjan mengartikan kebudayaan sebagai keseluruhan hasil cipta, rasa, dan karya masyarakat yang dimanfaatkan menurut karsa masyarakat itu. Clifford Geertz memaknai kebudayaan sebagai sebuah pola makna-makna ( a pattern of meanings) atau ide-ide yang termuat dalam simbol-simbol yang dengannya masyarakat menjalani lengetahuan mereka tentang kehidupan dan mengekspresikan kesadaran mereka melalui simbol-simbol itu. Wujud kebudayaan yang pertama bersifat abstrak,...

Mekanisme Hukum Penyelesaian Konflik Masyarakat Modern

Achmad Ali menjelaskan bahwa penerapan hukum itu terdapat dalam dua hal, yaitu hal tidak ada konflik dan hal terjadi konflik . Contoh dari penerapan hukum pada saat tidak ada konflik adalah ketika seorang pembeli barang membayar harga barang dan penjual menerima uang pembayaran. Sementara contoh dari penerapan hukum pada saat terjadinya konflik adalah ketika pembeli sudah membayar harga barang akan tetapi penjual tidak mau menyerahkan barang yang telah dijual. Dari contoh di atas telah terlihat bahwasannya hukum berfungsi sebagai mekanisme untuk melakukan integrasi terhadap berbagai kepentingan warga masyarakat, yang berlaku baik ada konflik maupun tidak ada konflik. Namun dalam penyelesaian konflik itu sendiri tidak hanya hukum yang dijadikan sarana integrasi, melainkan juga sarana lain seperti kaidah agama, kaidah moral, dan sebagainya. Thomas Hobbes menyatakan bahwa masyarakat adalah sebagai medan peperangan antara manusia satu dengan manusia lain, atau antara masyarakat sa...

PENALARAN HUKUM (Sebuah Pengantar)

“The Object of a scientific inquiry is discovery: the object of a legal inquiry is decision”- Visser’t Hooft.                 Kutipan diatas sebenarnya ingin menunjukan bahwa penalaran hukum pada dasarnya adalah kegiatan berpikir problematis. Kegiatan berpikir ini berada dalam wilayah penalaran praktis, sebagaimana dinyatakan oleh Neil MacCormick, “… legal reasoning as one branch of practical reasoning, which is the application by humans of their reason to deciding how it is right to conduct themselves in situations of choice”. Namun, tipe argumentasi problematis (topical) seperti dikemukakan itu bukan satu-satunya jenis argumentasi. Ada kutub lawan dari tipe argumentasi ini, yaitu berpikir secara aksiomatis (sistematis).                 Berpikir aksiomatis menunjuk pada proses yang bertolak dari kebenaran-kebenaran yang tidak di...