Hermeneutik.Kata ini diturunkan dari bahasa
Yunani, hermeneune (menafsirkan) dan hermeina (penafsiran). Kata in
dihubungkan dengan Hermes, dewa pembawa pesan dalam mitologi yunani kuni, yang
bertugas menyampaikan pesan dari dewa yang tertinggi agar dipahami manusia. Hermeneutic
pada akhirnya menjadi pemikiran yang terdapat dalam dunia filsafat dan teologi.
Istilah ini mucul dalam buku Hermeneutika
sacra sive methodus eksponnendarums sacrarum litiarum (1654) karya J.C. Dannhauer.
Perkembangan hermeneutika dimulai dari sejarah pemaknaan teks-teks suci dalam
tradisi Kristiani.
Hermeneutika kemudian menjadi
salah satu metode penafsiran atau cara memahami suatu teks. Teolog Rudoft
Bultman menawarkan cara pemahaman demitologisasi, membaca dan menafsirkan teks
suci dengan mengungkapkan simbolis yang terdapat dala gambaran, kisah, dan
lukisan tertentu pada zamannya, mitos ditafsirkan secara eksistensial dan
medemitologisasikan.
Hermeneutika sendiri sering
didefinisikan dalam berbagai bentuk. Hermeneutika dapat berupa sebagai ilmu
atau teori eksegesis bible. Hermeneutika dapat dikatakan sebagai satu bentuk
metode filologi yang bersifat umum. Hermeneutika sering dipandang juga sebagai
ilmu linguistic atau ilu bahasa. Hermeneutika juga sering dipandang sebagai
fondasi metodologis Geissteswissenchaften.
Ilmu ini sering dipandang sebgai bentuk dari fenomenologi eksistensial. Hermeneutika
juga dapat dipandang sebagai sisetm interpretasi yang diunakan untuk memperoleh
makna dibalik symbol-simbol dan mitos. Menurut Richard Palmer, definisi
tersebut dapat disebut sebgai pendekatan Bibel, Filologis, ilmiah, ilmu-ilmu
Humaniora, eksistensialis dan kultural.
Hermeneutika berkembnag dengan
dikenalkan melalui pemikiran Friedrich Schleiermacher dan Wilhelm Dilthey. Schleiermarcher
mengartikan hermeneutika sebagai sebuah teori tentang penjabaran dan
interpretasi teks mengenai konsep-konsep tradisional kitab suci dan dogma. Friedrich
mengenalkan pemahaman intuitif, yakni memahami kehidupan dengan membuat
rekonstruksi imajinatif atas situasi zaman, kondisi batin pencipta teks, dan
berempati padanya. Penafsiran dilakukan melalui gramatikal dan psikologis.
Dilthey mengacu pada penafsiran yang bersifat historis, dan penafsiran bukan
peristiwa mental saja. Sementara Gadamer mengenalkan konsep the
fusion of horizon. Penafsir dan teks saling terikat sehingga penafsiran
tidak mungkin dari sisi mental saja, melainkan mempertemukan pra-paham penafsir
dan cakrawala yang berada dalam suatu teks. Sementara, Paul Ricour
menggabungkan dua tradisi penafsiran yakni, yang fenomenologis dan hermeneutic itu
sendiri.
Sumber :
Judul buku :
Kamus Istilah Sastra
Penulis : Dwi
Susanto
Penerbit :
Pustaka Pelajar. Tahun 2015
Komentar
Posting Komentar