Langsung ke konten utama

Model-model Penalaran Hukum : Realisme Hukum


Realisme Hukum
                Realism Hukum, apabila dipresentasikan sebagai model penalaran, dapat dianggap sebagai model yang mengambil posisi paling bertolak belakang (paradoksal) dengan Positivisme hukum. Ketidakpercayaan kaum realis terhadap norma positif berpuncak pada ketidakpercayaan mereka pada konsep the rule of law.
                Dilihat dari aspek ontologisnya, realism hukum mengartikan hukum sebagai manifestasi makna-makna simbolik para pelaku social. Penekanan demikian jelas sangat jauh dari nuansa filsafat, tetapi lebih menjurus kepada kombinasi dari berbagai disiolin ilmu. Seperti sosiologi, psikologi, antropologi, dan ekonomi. Tidak mengerankan apabila Karl N. Llewellyn menyebut Realisme Hukum, “is not a philosophy it is a technology.”
                Lazimnya realism hukum dibedakan dalam dua versi, yaitu realism Amerika dan Realisme Skandinavia. Realisme Hukum versi Amerika dianggap lebih memberi perhatian pada perilaku (behavior orientation). Realisme Skandinavia di sisi lain lebih mempersoalkan landasan metafisis hukum. Jika rekannya di Amerika bersikap rule-sceptics, maka kaum Realis Skandinavia bersikap methaphysic-sceptics dengan titik berat pada keseluruhan system hukum. Bukan sekedar perilaku pengadilan.
                Aspek epistemologis dari Realisme Hukum adalah fakta konkret secara mutlak. Dengan demikian berkuasanya struktur fakta ini, sehingga ia tidak lagi memerlukan struktur aturan apapun untuk memandu cara berpikirnya. Pola penalaran semacam ini dapat ditelusuri dari postulatnya bahwa setiap kasus adalah unik, sehingga tidak mungkin ada norma positif, apalagi berbentuk undang-undang.
                Banyak kalangan menilai, bahwa cara berpikir Realisme Hukum adalah sangat spekulatif jika ingin mengatasi ketidakpercayaan pada the rule of law melalui pemberian kebebasan demikian besar pada hakim apabila selama ini diyakini bahwa hakim selalu bertindak berat sebelah karena senantiasa memihak kaum the have, maka tentu tidak ada jaminan bahwa independensi yang diberikan kepada hakim itu lalu akan mengubah hakim benar-benar bertindak impartial.
                Critical Legal Studies (CLS) yang dipengaruhi oleh ide-ide postmodern juga mengambil sudut pandang yang sama dengan Realisme Huku. CLS bahkan tidak meyakini adanya penalaran hukum sama sekali. Penalaran hukum tidak ada bedanya dengan permainan politik yang memenangkan kaum the have. 


Sumber
Juduk Buku : Hukum Penalaran dan Penalaran Hukum
Penulis : Shidarta
Penerbit : GENTA Publlishing


Komentar

Popular Posts

Pandangan Filsuf Romawi tentang Hukum : Cicero (106-43 SM)

“ Dimana ada masyarakat di situ ada hukum” (ubi societas ibi ius). Pemahaman cicero tentang hukum, bahwa disatu sisi hukum menyatu dengan masyarakat, dan disisi lain hukum juga merupakan akal budi alamiah dan manusiawi, menunjukan ada keterkaitan konsep hukum dan konsep kebudayaan masyarakat. Hukum tidak sekedar produk politik, tetapi produk kebudayaan manusia. Menurut C.A. Van Peursen, kebudayaan merupakan endapan kegiatan dan karya manusia atau manifestasi kehidupan setiap orang dan setiap kelompok orang. Selo soemardjan mengartikan kebudayaan sebagai keseluruhan hasil cipta, rasa, dan karya masyarakat yang dimanfaatkan menurut karsa masyarakat itu. Clifford Geertz memaknai kebudayaan sebagai sebuah pola makna-makna ( a pattern of meanings) atau ide-ide yang termuat dalam simbol-simbol yang dengannya masyarakat menjalani lengetahuan mereka tentang kehidupan dan mengekspresikan kesadaran mereka melalui simbol-simbol itu. Wujud kebudayaan yang pertama bersifat abstrak,...

Mekanisme Hukum Penyelesaian Konflik Masyarakat Modern

Achmad Ali menjelaskan bahwa penerapan hukum itu terdapat dalam dua hal, yaitu hal tidak ada konflik dan hal terjadi konflik . Contoh dari penerapan hukum pada saat tidak ada konflik adalah ketika seorang pembeli barang membayar harga barang dan penjual menerima uang pembayaran. Sementara contoh dari penerapan hukum pada saat terjadinya konflik adalah ketika pembeli sudah membayar harga barang akan tetapi penjual tidak mau menyerahkan barang yang telah dijual. Dari contoh di atas telah terlihat bahwasannya hukum berfungsi sebagai mekanisme untuk melakukan integrasi terhadap berbagai kepentingan warga masyarakat, yang berlaku baik ada konflik maupun tidak ada konflik. Namun dalam penyelesaian konflik itu sendiri tidak hanya hukum yang dijadikan sarana integrasi, melainkan juga sarana lain seperti kaidah agama, kaidah moral, dan sebagainya. Thomas Hobbes menyatakan bahwa masyarakat adalah sebagai medan peperangan antara manusia satu dengan manusia lain, atau antara masyarakat sa...

PENALARAN HUKUM (Sebuah Pengantar)

“The Object of a scientific inquiry is discovery: the object of a legal inquiry is decision”- Visser’t Hooft.                 Kutipan diatas sebenarnya ingin menunjukan bahwa penalaran hukum pada dasarnya adalah kegiatan berpikir problematis. Kegiatan berpikir ini berada dalam wilayah penalaran praktis, sebagaimana dinyatakan oleh Neil MacCormick, “… legal reasoning as one branch of practical reasoning, which is the application by humans of their reason to deciding how it is right to conduct themselves in situations of choice”. Namun, tipe argumentasi problematis (topical) seperti dikemukakan itu bukan satu-satunya jenis argumentasi. Ada kutub lawan dari tipe argumentasi ini, yaitu berpikir secara aksiomatis (sistematis).                 Berpikir aksiomatis menunjuk pada proses yang bertolak dari kebenaran-kebenaran yang tidak di...