1. Pengertian
Secara umum , “ahli”
diartikan sebagai orang yang memiliki pengetahuan yang khusus dibidang
tertentu, Ryamond Emson mnyebutkan : “ specialized
are as of knowladge”. Pengertian ahli tersebut tidak berbeda dengan yang
dikemukakan dalam Merriam Webster’s Dictionary of law, hanya saja jangkaunnya
lebih luas.
Dikatalan ,
Expert witness is a
witness (as a medicak specialist) who by virtue of special knowladge, skill
trainning, or experiance is qualifed to provide testimony to aid the fact finder
in matters that exceed the common knowladge of ordinary people.
Jadi menurut hukum
seorang ahli apabila dia :
·
Memiliki penetahuan
khusus atau spesialis di bidang ilmu pengetahuan tertentu sehingga orang itu
benar-benar kompeten.
·
Spesialisasi itu bisa
dalam bentuk skill karena latihan
atau hasil pengalaman
·
Sedemikian rupa
spesialisasi pengetahuan, kecakapan, latihan, atau pengalaman yang dimilikinya,
sehingga keterangan dan penjelasan yang diberikannya dapat membantu menemukan
fakta melebihi kemampuan orang pada umumnya.
2. Pengangkatan
Ahli
a) Oleh
hakim secara ex officio
Apabila hakim
berpendapat, peerkara yang diperiksa perlu mendapat penjelasan yang lebih
terang dari seorang ahli maka atas inisiatif sendiri dapat menunjuk ahli secara
ex officio.untuk itu dia tidak
memerlukan persetujuan para pihak. Hanya saja yang perlu diperhatkikan orang
yang ditunjuk itu benar-benar memenuhi syarat sebagai ahli.
b) Atas
permintaan salah satu pihak
Salahsatu pihak dapat
mengajukan permintaan kepada hakim agar ditunjuk seorang ahli, namun pengabulan
dilakukan secara proporsional, jika secara mutlak keterangan ahli benar-benar dibutuhkan karena ada hal yang
essensial dan substansial belum jelas permintaan harus dikabulkan. Sebaliknya
jika secara objektif segala sesuatu telah tuntas terjelaskan secara kasusistik
permintaan dapat ditolak.
3. Alasan
pemeriksaan ahli
Alasan pokok
penangkatannya menurut pasal 154 AYAT (1) HIR karena:
·
Masih terdapat hal-hal
yang belum jelas
·
Satu-satunya cara yang
dianggap dpat memperjelasnya
4. Bentuk
penyampaian pendapat ahli
a) Bentuk
pendapat ahli berupa laporan
1) Bentuk
lisan dimana ahli hadir dalam persidangan dan langsung pemeriksaan melalui
proses tanya jawab. Atau bisa juga secara sepihak dengan cara memberi
kesempatan kepada ahli memberi penjelasan tentang sengketa yang dipersalahkan.
2) Berbentuk
tertulis dimana ahli menyiapkan atau membuat laporan tertulis, laporan tertulis
itu yang dibacakan di persidangan.
b) Laporan
disampaikan dalam persidangan
Apabila ditunjuk
seorang ahli baik oleh hakim maupu atas permintaan para pihak hakim harus
menentukan hari sidang untuk itu dan selanjutnya dalam persidangan itu, ahli
menyampaikan laporannya baik secara lisan atau tulisan. Tidak boleh dilakukan
diluar persidangan laporan yang demikian tidak sah dan tidak punya nilai
apapun.
c) Laporan
dikuatkan dengan sumpah
Laporan yang berisi
keterangan atau pendapat yang disampaikan ahli dikuatkan dengan sumpah.
Demikian penjelasan pasal 154 ayat (2) HIR dan pasal 217 Rv
·
Pengucapan sumpah oleh
ahli merupakan syarat formil keabsahan keterangan ahli
·
Apabila hal itu tidak
terpenuhi laporan yang disampaikan ahli tidak mempunyai nilai sebagai pendapat
ahli
5. Yang
tidak cakap menjadi ahli
Kepada ahli berlaku
ketentuan pasal 145 HIR. Hal itu ditegaskan dalam pasal 154 ayat (3) HIIR :
·
Yang tidak cakap atau
yang dilarang jadi saksi tidak cakap menjadi ahli
·
Baik yang tidak cakap
absolut (keluarga sedarah dana semenda garis lurus dan istri atau suami salah
satu pihak) maupun yang tidak cakap relatif ( anak-anak atau orang gila )
tilarang menjadi ahli
6. Nilai
kekuatan pembuktian pendapat ahli
Pasal 154 ayat (2) HIR
dan pasal 229 Rv mengemukakan bahwa
·
Hakim atau PN tidak
wajib mengikuti pendapat ahli, jika pendapat tersebut berlawanan dengan
keyakinannya
·
Hakim dapat mengikuti
pendapat ahli, apabila pendapat itu tidak bertentangan dengan keyakinannya.
a) Pendapat
ahli tidak dapat berdiri sendiri
·
Tidak dapat berdiri
sendiri sebagai alat bukti
·
Tempat dan kedudukannya
hanaya berfungsi menambah atau memperkuat atau memperjelas permasalahan
perkara.
b) Fungsi
dan kualitsnya dapat menambah alat bukti lain
Sejauh mana pendapat
ahli dapat berfungsi dan berkualitas menambah alat bukti yang ada dapat
dikemukakan pedoman berikut :
·
Apabila alat bukti yang
ada dan sudah mencapai batas minimal pembuktian
·
Nilai kekuatan
pembuktiannya masih kurang kuat, dalam hal ini hakim dibolehkan mengambil
pendapat ahli untuk menambah nilai kekuatan pembuktian yang ada.[1]
[1]M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata: Tentang Gugatan, Persidangan,
Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan, Sinar Grafika: Jakarta,
2016, h.789-795
Komentar
Posting Komentar