Langsung ke konten utama

Pemeriksaan Setempat dalam Hukum Acara Perdata



PEMERIKSAAN SETEMPAT
Pemeriksaan setempat atau descente iala pemeriksaan mengenai perkara oleh Hakim karena jabatannya yang dilakukan diluar gedung tempat kedudukan pengadilan, agar Hakim dengan mellihat sendiri memperoleh gambaran atau keterangan yang memberi kepastian tentang peristiwa-peristiwa yang menjadi sengketa. [1]
Pada dasarnya pemeriksaan setempat adalah pemeriksaan perkara yang dilakukan hakim diluar persidangan. Secara formil ia tidak termasuk alat bukti dalam pasal 1866 KUH Perdataa atau pasal 164 HIR maupun pasal 284 RBG. Namun demikian, pemeriksaan setempat berfungsi untuk membuktikan kejelasan dan kepastian tentang lokasi, ukuran dan batas-batas objek sengketa[2].seperti dijelaskan dalam SEMA No. 7 tahun 2001 tentang pemeriksaan setempat, sering terjadi dalam praktik peradilan, pada saat putusan hendak di eksekusi, objek barang perkara tidak jelas, sehingga pelaksanaannya harus dinyatakan non executable, yaitu eksekusi tidak dapat dijalankan, karena objek barang yang hendak dieksekusi tidak jelas dan tidak pasti, misalnya letak, ukuran dan batas-batasnya tidak jelas, untuk menghindari terjadinya non executable dalam menjalankan putusan pengadilan, sebaiknya dilakukan pemeriksaan setempat. Rujukan perundang-undangan mengenai pemeriksaan setempat dapat dilihat dari pasal 153 HIR, pasal 180 RBG dan pasal 211-214 Rv. Selain itu juga ada surat edaran Mahkamah Agung RI. Nomor 7 tahun 2001 tentang pemeriksaan setempat.[3]
1.      Berdasarkan pasal-pasal tersebut pemeriksaan setempat dapat diadakan berdasarkan hal berikut :
a)      Oleh hakim karena jabatannya
Hakim karena jabatannya, secara ex officio dapat menetapkan atau memerintahkan diadakan pemeriksaan setempat, apabila hal itu dianggapnya penting utuk mengetahui secara pasti keadaan yang berkaitan dengan objek gugatan. Kewenangan hakim menetapkan atau memerintahkan pemeriksaan setempat, tidak hanya pada hakim tingkat pertama dapat juga oleh tingkat banding dan kasasi.
b)      Atas permintaan para pihak
Atas permintaan salah satu pihak maupun atas permintaan kedua belah pihak, dapat dilakukan pemeriksaan setempat. Pemeriksaan itu dapat diajukan salah satu pihak apabila pihak lawan membantah kebenaran letak, luas, atau batas-batas objek sengketa.[4]
2.      Perintah dituangkan dalam putusan sela
a)      Penunjukan pelaksana pemeriksaan setempat
Dalam putusan sela tersebut, terdapat nama pejabat yang bertindak sebagai pelaksana yang terdiri dari :
·         Paling tidak salah seorang Hakim Anggota Majelis
·         Disertai seorang panitera
·         Dapat dibantu oleh ahli
b)      Berisi perintah hal yang harus diperiksa
Prinsipnya hasil yang ingin dicapai pemeriksaan setempat, agar dapat ditemukan fakta yang terang, pasti dan definitif mengenai keadaan barang objek perkara, untuk mencapai hasil yang demikian dalam putusan sela harus ditegaskan apa saja yang mesti diperiksa dan dinilai
3.      Pelaksanaan pemeriksaan setempat
a)      dihadiri para pihak
pemeriksaan setempat harus diberitahu secara resmi kepada para pihak. Kalau hal itu sudah dilakukan, kemudian yang bersangkutan tidak mau hadir tanpa alasan yang sah (default without reason)  sidang pemeriksaan setempat dapat dilangsungkan secara op tegenspraak atau tanpa bantahan dari yang tidak hadir berdasarkan pasal 127 HIR. Dengan demikian sebagai syarat formil sidang pemeriksaan setempat harus dihadiri para pihak. Namun apabila salah satu pihak tidak hadir tanpa alasan yang sah pemeriksaan dapat dilangsungkan  tanpa hadirnya pihak tersebut.
b)      datang ketempat barang terletak
proses sidang pemeriksaan setempat mesti dilakukan di tempat lokasi barang itu terletak. Pejabat yang diangkat atau ditunjuk :
·         datang ke tempat barang yang hendak diperiksa
·         hakim memimpin pemeriksaan, membuka secara resmi sidang pemeriksaan setempat
·         para pihak diberikan hak yang sama dalam menajukan bukti dan memperkuat dalil maupun bantahan.
·         Para pihak dibolehkan mengajukan saksi yang mereka anggap dapat memperkuat dalil gugatan atau bantahan.
c)      panitera membuat berita acara
sebagaimana halnya persidangan biasa pemeriksaan setempat pun harus dituangkan dalam berita acara. Hal itu ditegaskan dalam pasal 153 ayat (2) HIR, Pasal 211 Rv ayat (2) dan ditegaskan dalam pasal 186 HIR :
·         panitera membuat berita acara setiap persidangan yang memuat dan mencatat segala sesuatu yang terjadi dalam persidangan.
·         Berita acara ditandatangani oleh hakim dan panitera
·         Apabila tidak ditandatangani hal itu dijelaskan dalam berita acara tersebut.
d)     membuat akta pendapat
selain panitera membuat berita acara, hakim yyang ditugaskan diharuskan membuat akta pendapat yang berisi penilaian atas hasil pemeriksaan yang dilakukan. Untuk membuat akta pendapat yang objektif dan realistis, hakim pelaksana dapat meminta bantuan kepada ahli.
4.      Pendelegasian pemeriksaan setempat
Pasal 180 ayat (3) RBG dan pasal 213 Rv, mengatur pendeleasian pelaksanaan sidang pemeriksaan setempat kepada PN yang lain.apabila pemeriksaan setempat harus dilakukan di wilayah Hukum PN yang lain. Sesuai dengan prisip patokan yuridiksi relatif yang dimiliki setiap PN.
5.      Biaya pemeriksaan setempat
a)      Dibebankan kepada pihak yang meminta
Siapa yang meminta pemeriksaan setempat dengan sendirinya menurut hukum dibebankan kewajiban :
·         Membayar panjar biaya pemeriksaan
·         Biaya itu terlebih dahulu dibayarkan sebelum pemeriksaan
b)      Hakim sendiri yang menentukan
Apabila pemeriksaan setempat bukan atas permintaan salah satu pihak, tertapi atas permintaan hakim secara ex officio maka beban pembayaran panjar biaya ditentukan oleh hakim sendiri. Jika pihak yang dibebani enggan atau tidak mau membayar, pelaksanaan pemeriksaan setempat tersebut tidak dilakukan sesuai pasal 160 ayat (2) HIR.
c)      Komponen biaya pemeriksaan setempat
Komponen pokok menurut pasal 214 Rv antara lain /;
·         Biaya perjalanan pelaksanaan yang terdiri dari paling sedikit dua orang yang terdiri dari hakim dan panitera
·         Biaya saksi atau ahli jika ada
·         Biaya keamanan aparat kepolisian jika diperlukan
6.      Nilai kekuatan pembuktian
Secara yuridis formil hasil pemeriksaan setempat bukan alat bukti, karena tidak termasuk dalam pasal 164 HIR, pasal 1886 KUHPerdata atau pasal 283 RBG. Oleh karena itu tidak sah sebagai alat bukti, sehingga pada dasarnya tidak mempunyai nilai kekuatan pembuktian.
a)      Sebagai keterangan bagi hakim
Pada dasarnya hasil pemeriksaan setempat merupakan fakta yang ditemukan dalam persidangan, sehingga mempunyai daya kekuatan mengikat kepada hakim dalam mengambil keputusan. Tetapi sifat daya mengikatnya tidak mutlak. Hakim bebas untuk menentukan nilai kekuatan pembuktiannya.
b)      Variable nilai kekuatannya dalam putusan peradilan
1)      Hasi pemeriksaan setempat dapat dijadikan dasar pertimbangan
Prinsip ini tetap bertitik tolak dari kebebasan hakim untuk menilainya, karena patokan yang dipergunakan bukan mesti atau wajib dijadikan dasar pertimbangan tetapi dapat dijadikan dasar pertimbangan oleh hakim.
2)      Dapat dijadikan dasar mengabulkan gugatan
Dalam hal dalil gugatan tentang luasnya tanah dibantah tergugat dan kemudian ternyata berdasarkan hasil pemeriksaan setempat sama luasnya dengan yang dimaksud, tercantum dalam dalil gugatan, dalam kasus seperti itu hasil pemeriksaan setempat dapat dijadikan dasar pengabulan gugatan.
3)      Dapat dipergunakan menentukan luas
Hasil pemeriksaan setempat dapat dijadikan dasar atau fakta menentukan luas objek tanah terperkara sifat daya kekuatannya tidak mutlak tetapi fakultatif. Hal itu ditegaskan dalam putusan MA no. 1777K/sip/1983, dikatakan hasil pemeriksaan setempat dapat dijadikan dasar untuk memperjelas letak, lua, dan batas objek tanah terperkara, sehubungan dengan itu judex factii berwenang untuk menjadikan hasil pemeriksaan setempat tersebut untuk menentukann luas objek tanah terperkara.[5]


[1] Sudikno, Hukum Acara Perdata Indonesia, Yogyakarta:Univ Atmajaya, 2010, h.266.
[2] M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata: Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan, Sinar Grafika: Jakarta, 2016, h.779
[3] M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata: Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan, Sinar Grafika: Jakarta, 2016, h.781
[5] M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata: Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan, Sinar Grafika: Jakarta, 2016, h.782-789

Komentar

Popular Posts

Pandangan Filsuf Romawi tentang Hukum : Cicero (106-43 SM)

“ Dimana ada masyarakat di situ ada hukum” (ubi societas ibi ius). Pemahaman cicero tentang hukum, bahwa disatu sisi hukum menyatu dengan masyarakat, dan disisi lain hukum juga merupakan akal budi alamiah dan manusiawi, menunjukan ada keterkaitan konsep hukum dan konsep kebudayaan masyarakat. Hukum tidak sekedar produk politik, tetapi produk kebudayaan manusia. Menurut C.A. Van Peursen, kebudayaan merupakan endapan kegiatan dan karya manusia atau manifestasi kehidupan setiap orang dan setiap kelompok orang. Selo soemardjan mengartikan kebudayaan sebagai keseluruhan hasil cipta, rasa, dan karya masyarakat yang dimanfaatkan menurut karsa masyarakat itu. Clifford Geertz memaknai kebudayaan sebagai sebuah pola makna-makna ( a pattern of meanings) atau ide-ide yang termuat dalam simbol-simbol yang dengannya masyarakat menjalani lengetahuan mereka tentang kehidupan dan mengekspresikan kesadaran mereka melalui simbol-simbol itu. Wujud kebudayaan yang pertama bersifat abstrak,...

Mekanisme Hukum Penyelesaian Konflik Masyarakat Modern

Achmad Ali menjelaskan bahwa penerapan hukum itu terdapat dalam dua hal, yaitu hal tidak ada konflik dan hal terjadi konflik . Contoh dari penerapan hukum pada saat tidak ada konflik adalah ketika seorang pembeli barang membayar harga barang dan penjual menerima uang pembayaran. Sementara contoh dari penerapan hukum pada saat terjadinya konflik adalah ketika pembeli sudah membayar harga barang akan tetapi penjual tidak mau menyerahkan barang yang telah dijual. Dari contoh di atas telah terlihat bahwasannya hukum berfungsi sebagai mekanisme untuk melakukan integrasi terhadap berbagai kepentingan warga masyarakat, yang berlaku baik ada konflik maupun tidak ada konflik. Namun dalam penyelesaian konflik itu sendiri tidak hanya hukum yang dijadikan sarana integrasi, melainkan juga sarana lain seperti kaidah agama, kaidah moral, dan sebagainya. Thomas Hobbes menyatakan bahwa masyarakat adalah sebagai medan peperangan antara manusia satu dengan manusia lain, atau antara masyarakat sa...

PENALARAN HUKUM (Sebuah Pengantar)

“The Object of a scientific inquiry is discovery: the object of a legal inquiry is decision”- Visser’t Hooft.                 Kutipan diatas sebenarnya ingin menunjukan bahwa penalaran hukum pada dasarnya adalah kegiatan berpikir problematis. Kegiatan berpikir ini berada dalam wilayah penalaran praktis, sebagaimana dinyatakan oleh Neil MacCormick, “… legal reasoning as one branch of practical reasoning, which is the application by humans of their reason to deciding how it is right to conduct themselves in situations of choice”. Namun, tipe argumentasi problematis (topical) seperti dikemukakan itu bukan satu-satunya jenis argumentasi. Ada kutub lawan dari tipe argumentasi ini, yaitu berpikir secara aksiomatis (sistematis).                 Berpikir aksiomatis menunjuk pada proses yang bertolak dari kebenaran-kebenaran yang tidak di...